Puisi itu
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu
yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan
memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia
yang penting, digubah dala wujud yang berkesan.
Puisi sebagai
salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi
dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah
strukutur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan.
Dapat pula puisi dari jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada
beragam-ragam puisi.
Puisi sebagai
karya seni itu puitis. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara,
misalnya dengan bentuk visual : tipografi, susunan bait; dengan bunyi :
persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi;
dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur
ketatabahasaan, gaya bahasa dan sebagainya.
Untuk mengetahui
kepuitisan lebih lanjut berikut ini akan dipaparkan analisis geguritan “Tanggap
Ing Sasmita” karya Sudi Yatmana, berdasarkan analisis puis berdasarkan strata
norma, bunyi, irama, dan ketidaklangsungan ekspresi puisi.
Tanggap Ing
Sasmita
Sudi
Yatmana
apa jiwamu wis
kokgelung
bisa nampa
sakehing piwulang
bisa nanggapi
kang aran pepedhang
ngrasa lan
ngrasuk sasmitasasmita saka kanane
kang rumamyang
anarawang kehkehane
apa ragamu wis
kokpesu
tlesih mandhiri
sakehing napsu
pranyata tatag
tanggon ora pinulas ing semu
cegah dhahar
isih kapara akeh
sing takon dina iki apa mangan
jer nomer siji
rak dudu setoran
nanging
kawilujengan
mugamuga padha
ngreti para juragan
ora mung waton
bisa onjo
ora mung waton
oso
nyuda guling
isih akeh banget
sing mbutuhake pitulunganmu
pitulungan kang
nyata
bisa katampa
bisa rinasa
bisa ndunungake
dununging manungsa
lamun urip iki
ora tumuju marang kaprawiran
harak muspra
kinubur ing kanisthan
tong bubrah
kranjang sampah kang anadhah
iki dadia
sesanti
yen ora kaudi
iya ora bisa dadi
mulane
jiwa ragamu apa
wis kokdunungake
dadia radhar
mrih tanggap ing sasmitaNe
Maret 1987
- Analisis Puisi Berdasarkan Strata Norma
1.
Lapis Suara (sound stratum)
Lapis bunyi
dalam sajak ialah semua satuan bunyi yang berdasarkan bahasa tertentu, hanya
saja dalam puisi pembicaraan lapis bunyi haruslah ditujukan pada bunyi-bunyi
atau pola bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu yang dipergunakan
untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Seperti yang terdapat dalam
geguritan Tanggap Ing Sasmita, pada bait pertama baris kesatu, kedua, dan
ketiga berakhiran dengan kata ng :
kokgelung, piwulang, pepedhang. Begitu
pula dengan bait kedua yang berakhiran dengan huruf u : kokpesu, napsu, semu.
2.
Lapis Arti (units of meaning)
Lapis arti
berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu
merupakan satuan-satuan arti.
Dalam bait
pertama, mempertanyakan apakah jiwamu sudah siap untuk menerima semuanya dan
bisa mengahadapi dan memahami segala permasalahan yang terjadi.
Dalam bait
kedua, mempertanyakan apakah dirimu sudah kamu persiapkan untuk berbuat yang
benar, menjauhi segala hawa nafsu dan dapat dipercaya.
Bait ketiga, kurangilah
makan karena masih banyak orang yang kekurangan dan tidak bisa makan. Yang
utama bukanlah pekerjaan melainkan kedamaian dan kesejahteraan. Semoga semua
mengerti keadaan ini dan tidak hanya berbicara saja melainkan dapat membuktikan
dari perkataanya.
Bait keempat,
kurangilah tidur atau bersenang-senang karena masih banyak orang yang
membutuhkan pertolongan yang nyata tidak hanya bicara saja. Sia-sialah jika
tenggelam dalam kebohongan saja, seperti keranjang sampah yang terjatuh
semuanya akan sia-sia,jadikanlah ini sebagai pegangan hidup.
Bait kelima,
maka dari itu, apakah dirimu sudah kamu persiapkan untuk menjadi orang
yang mengerti.
3.
Lapis
Ketiga
Pada lapis ketiga akan dibahas
objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang.
Objek-objek yang dikemukakan :
jiwamu, ragamu, piwulang, pepedhang, kranjang sampah
Pelaku atau tokoh : kamu.
Dunia pengarang : mempertanyakan
apakah jiwamu sudah siap untuk menerima semuanya dan
bisa mengahadapi dan memahami segala permasalahan yang terjadi.
Kemudina apakah dirimu sudah
kamu persiapkan untuk berbuat yang benar, menjauhi segala hawa nafsu dan dapat
dipercaya. Kurangilah makan dan bersenang-senang karena masih banyak orang yang
membutuhkan pertolongan di luar sana dna yang utama bukanlah pekerjaan
melainkan kedamaian. Semoga semua orang sudah mengerti ini dan tidak hanya
berbicara saja melainkan dapat membuktikan dari perkataanya. maka dari itu,
apakah dirimu sudah kamu persiapkan untuk menjadi orang yang mengerti keadaan
tersebut.
4.
Lapis Kelima
Lapis kelima
adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. dalam geguritan
ini lapis itu berupa peringatan kepada kita, yaitu kita diminta untuk peduli
terhadap sekitar kita dan tidak mementingkan diri sendiri karena di sekitar
kita masih banyak orang yang membutuhkan pertolongan kita.
- Bunyi
Dalam puisi
bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan
tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik.
Seperti yang terdapat dalam geguritan Tanggap Ing Sasmita, pada bait pertama
baris kesatu, kedua, dan ketiga berakhiran dengan kata ng : kokgelung, piwulang, pepedhang. Begitu pula dengan bait kedua yang berakhiran dengan huruf u : kokpesu, napsu, semu.
- Irama
Irama merupakan
pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan
teratur. dalam geguritan ini terlihat pada bait pertama baris kesatu, kedua,
dan ketiga dan pada bait kedua.
- Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi
1.
Penggantian Arti
Pada umumnya
kata-kata kiasan menghasilkan arti sesuatu yang lain, lebih-lebih metafora dan
metonimi. Dalam geguritan tersebut terdapat pada bait pertama, apa jiwamu wis
kokgelung adalah metafora yang berarti dipersiapkan. Apakah jiwamu sudah
dipersiapkan. Pada bait pertama baris kedua, bisa nanggapi kang aran pepedhang
yang artinya bisa menanggapi dan menyelesaikan suatu permasalahan. Pada bait
ketiga baris kedelapan, tong bubrah kranjang sampah kang anadhah adalah
metafora yang berarti segalanya akan sia-sia jika hanya bualan saja tanpa
adanya suatu kenyataan.
2.
Penyimpangan Arti
a.
Kontradiksi
Dalam geguritan
ini, Sudiyatmana menyatakan suatu hal atau secara maksud secara kontradiksi.
Dalam geguritan ini ia mengkritik keadaan orang-orang atas saat ini. Banyak
orang-orang atas yang hanya mementingkan kesenangan dan kebutuhannya saja tanpa
memedulikan keadaan orang-orang disekitarnya yang membutuhkan perhatian dan
pertolongan.
Seharusnya
mereka menjadi orang yang tanggap dan sadar terhadap orang-orang yang membutuhkan
yang berada di sekitarnya.
2 komentar:
gan a boleh minta templatenya.,
dimana dapat templatenya gan.,.,
Posting Komentar